21 March 2009

Kalla: Maju Kena Mundur Kena

Jurnal Nasional, 25 Februari 2009

Skenario Kalla adalah, bila tidak kuat bertarung di internal Golkar atau kalah, tinggal mencari kendaraan lain. Surya tampaknya mau merapat ke Mega, demikian pula Fadel dan Hamengkubuwono.

Refly Harun

Peneliti Cetro; Chevening Fellow University of Birmingham, Inggris

Pernyataan yang ditunggu-tunggu itu akhirnya datang juga. Wakil Presiden Jusuf Kalla menyatakan kesediaan untuk dicalonkan sebagai presiden dari Partai Golkar, partai pemenang Pemilu 2004. Ditunggu-tunggu, katakan demikian, karena pernyataan kesedian itu menentukan banyak hal, terutama mengatur posisi dalam menghadapi perhelatan pemilihan presiden (pilpres) mendatang.

Bagi internal Golkar, kesedian Kalla berarti kepastian bahwa Golkar akan maju dengan capresnya sendiri, tidak bermimpi untuk sekadar menjadi ban serep presiden. Petarung di lingkaran Golkar bisa langsung mengambil kuda-kuda. Selain Kalla, setidaknya ada lima orang di lingkungan Partai Beringin yang siap bertarung dalam medan pilpres, entah sebagai capres maupun cawapres. Sebut saja Surya Palloh, Aburizal Bakrie, Sri Sultan Hamengkubuwono, Fadel Muhammad, Agung Laksono, dan Akbar Tandjung.

Surya dan Aburizal pernah bertarung dalam medan konvensi presiden Partai Golkar hingga titik akhir, yang akhirnya dimenangkan Wiranto. Hamengkubuwono telah mendeklarasikan keinginan menjadi capres, dan sudah menawarkan diri ke mana-mana. Fadel juga telah menyampaikan sinyal kuat paling tidak untuk posisi cawapres setelah sangat bersinar di Gorontalo. Agung punya posisi politik yang kuat sebagai ketua DPR. Tidak ada jabatan yang lebih hebat dari ketua DPR selain jabatan presiden dan wakil presiden. Terakhir, sebagai mantan ketua umum Golkar dan masih punya pengaruh besar, Akbar tentu tak mau berdiam diri untuk menjadi pertapa politik.

Masalahnya, hanya akan ada satu orang dari Golkar yang maju sebagai capres dan besar kemungkinan tidak ada cawapres dari internal. Dengan persyaratan harus memiliki 20 persen kursi atau 25 persen suara, Golkar dan parpol-parpol lain mau tidak mau harus melirik mitra koalisi. Bila capres dari Golkar, cawapres haruslah dari parpol lain. Jadi, walau sebaik atau sehebat apa pun kader Golkar, kereta parpol hanya bisa memuat satu penumpang karena di tengah jalan harus mengangkut penumpang lain demi menuju gerbang kemenangan.

Maka, skenario Kalla akan berlaku untuk semua pertarung internal. Tokoh-tokoh yang disebutkan tersebut akan dengan mati-matian merebut nominasi Golkar, dan itu sah-sah saja dalam politik. Sebagai ketua umum Golkar dan wapres, Kalla berpeluang besar, namun pasti tidak dengan mudah melenggang. Pengalaman Akbar mengajarkan bahwa ketua umum sekalipun bisa disalib di tikungan akhir.

Skenario Kalla adalah, bila tidak kuat bertarung di internal Golkar atau kalah, tinggal mencari kendaraan lain. Surya tampaknya mau merapat ke Mega, demikian pula Fadel dan Hamengkubuwono. Untuk Hamengkubuwono, upaya untuk mencari parpol pendukung tetap akan dilakukan, tetapi bila tidak mencapai kuota 20 persen kursi atau 25 persen suara, jabatan wapres akan sangat menarik. It is better than nothing. Mengingat hubungan yang mulai retak dengan SBY, satu-satunya alternatif adalah merapat ke Mega. Namun, bukan tidak mungkin pula SBY mencari pendamping dari Golkar bila benar-benar ditinggalkan Kalla. Selain untuk memecah kekuatan Golkar, juga berguna untuk menambah kekuatan kubu SBY sendiri.

Sikap dan Nasib Kalla

Kalau boleh memilih, Kalla sebenarnya tetap ingin berdiri di samping SBY, karena itulah peluang terbesarnya. Semua survei mengenai capres tak ada yang menyebutkan Kalla punya kans besar. Peluang tertinggi selalu pada sisi SBY dan Megawati. Dua sosok inilah yang diperkirakan akan bertarung peda medan akhir putaran kedua (second round). Kalaupun ada yang bisa menjadi kuda hitam, hanya dua sosok saja yang agaknya patut diperhitungkan: Prabowo dan Hamengkubuwono. Masalahnya, sanggupkah mereka mengumpulkan sisa laskar agar menjadi 20 persen kursi atau 25 persen suara. Tentu sangat tidak mudah.

Rasionalitas Kalla sebagai pedagang pasti memberontak, kalau sudah hampir pasti kalah kenapa harus ngotot menjadi capres, padahal peluang cawapres bersama SBY jauh lebih besar. Pada titik ini, Kalla pada posisi maju kena mundur kena. Bila Golkar nanti menang pemilu, tetap saja akan ada desakan untuk mencalonkan presiden sendiri. Masak pemenang pemilu tidak berani mencalonkan presiden sendiri, begitulah pernyataan yang akan muncul nantinya. Bila Golkar kalah, posisi Kalla makin terjepit. Desakan untuk memberikan jalan bagi kader lain akan menguat. Karena tidak ada pilihan, deklarasi kesedian itulah

Setelah menyatakan bersedia menjadi capres, banyak muncul komentar tentang nasib duet SBY-Kalla saat ini. Bahkan ada yang menyarankan Kalla untuk mundur saja agar tidak terjadi disharmoni dalam tubuh pemerintahan, sekaligus menyelematkan citra Golkar yang diremehkan parpol lain (Demokrat?). Saran itu menurut saya tidak pada tempatnya. Meminta Kalla mundur sama artinya menyuruhnya pergi dari suatu yang "pasti" kepada yang "

Jabatan wapres itu adalah sesuatu yang pasti, sementara capres itu adalah sesuatu yang belum jelas. Pasti, bukan sekadar posisi itu mendatangkan banyak kenikmatan, melainkan menuntut tanggung jawab. Tanggung jawab Kalla adalah melanjutkan komitmen pemerintahannya bersama SBY yang dimandatkan langsung oleh rakyat. Walaupun tampak seperti ban serep, posisi wapres sangat penting. Bayangkanlah bila suatu saat SBY berhalangan, wapres harus menggantikan. Betapa pun peliknya posisi Kalla saat ini, komitmennya kepada rakyat harus ditunaikan, tidak boleh tinggal gelanggang begitu saja, kecuali rakyat sendiri yang menuntutnya mundur seperti terjadi pada Soeharto.

Terakhir untuk Wapres Kalla, kalah menang dalam politik itu sangat biasa. Andai Anda kalah dalam medan pertarungan pilpres nanti, atau bahkan sudah terhadang di internal Anda sendiri, Indonesia tetap akan mencatat bahwa M. Jusuf Kalla adalah salah seorang putra terbaik yang telah berbuat banyak untuk bangsa. Bagi orang Aceh, Anda mungkin akan dikenang sebagai pahlawan perdamaian mereka.***

No comments: