08 April 2009

Menanti Hasil Pemilu Hari Ini

(Waiting for Today's Election Result)


Published by Indonesian media
Koran Jakarta, 9 April 2009


Refly Harun
Peneliti Senior Centre for Electoral Reform (Cetro)


Pemilihan umum (pemilu) hari ini bisa jadi tidak sekadar penyaksian terhadap proses penghitungan suara, melainkan juga memberikan kabar hasil penghitungan suara. Hal ini bisa terjadi setelah Mahkamah Konstitusi (MK) menjebol dinding larangan dan kriminalisasi pengumuman hasil hitung cepat pada hari “H” pemilu dalam putusan 30 Maret lalu.

Larangan, bahkan kriminalisasi aktivitas survei dan penghitungan cepat (quick count), terdapat dalam Pasal 245, 282, dan 307 UU Pemilu (UU Nomor 10/2008). Pasal 245 Ayat (2) UU Pemilu melarang pengumuman hasil survei pada masa tenang. Bila dilanggar, ancaman hukumannya pidana penjara 3-12 bulan dan denda 3-12 juta rupiah (Pasal 282). Mengenai aktivitas quick count, Pasal 245 Ayat (3) menyatakan bahwa pengumuman hasil penghitungan cepat tidak boleh dilakukan pada hari “H”. Ancaman pidana bagi pelanggar adalah 6-18 bulan dan denda sebesar 6-18 juta rupiah (Pasal 307).

Bagi lembaga survei, larangan itu jelas mengganggu dan menghambat aktivitas mereka, dan lebih dari itu bertentangan dengan UUD 1945. Salah satu argumentasinya adalah ketentuan Pasal 28F Perubahan Kedua UUD 1945 yang berbunyi, “Setiap orang berhak untuk berkomunikasi dan memperoleh informasi untuk mengembangkan pribadi dan lingkungan sosialnya, serta berhak untuk mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah, dan menyampaikan informasi dengan menggunakan segala jenis saluran yang tersedia.” Larangan mengumumkan hasil survei pada minggu tenang dan pengumuman hasil quick count pada hari “H” adalah pelanggaran terhadap hak untuk memperoleh dan menyampaikan informasi.

Dari perspektif hukum internasional, Pasal 19 International Covenant on Civil and Political Rights (ICCPR) menyatakan, “Everyone shall have the right to freedom of expression; this right shall include freedom to seek, receive and impart information and ideas of all kinds, regardless of frontiers, either orally, in writing or in print, in the form of art, or through any other media of his choice.” Ketentuan ini kurang lebih sama dengan makna yang terkandung dalam Pasal 28F UUD 1945. Indonesia telah meratifikasi ICCPR pada Oktober 2005 sehingga terikat dengan ketentuan konvensi tersebut.

Untunglah, menjelang hari “H” Pemilu, MK dengan sigap memutuskan bahwa larangan survei dan penghitungan cepat itu memang bertentangan dengan UUD 1945. Pada pemilu hari ini, pemilih bisa menanti parpol mana yang menjadi pemenang pemilu. Bagi para caleg, kepastian itu harus ditunggu dalam beberapa hari ke depan, apakah mereka bakal mengisi kursi-kursi lembaga perwakilan di DPR, DPD, dan DPRD.

Mengakui Kekalahan
Di negara-negara maju, seperti Inggris dan Amerika Serikat (AS), hasil pemilu umumnya sudah diketahui pada hari pemungutan suara. Hal tersebut dikarenakan sistem pemilu yang dipakai, yaitu plurality-majority dengan varian first past the post (FPTP) memang sederhana. Hasil pemilu cukup dihitung di distrik pemilihan masing-masing dan diumumkan oleh penyelenggara pemilu lokal.

Yang terpenting juga, dalam satu distrik pemilihan hanya terdapat satu kursi yang diperebutkan dan kandidat yang bertanding juga tidak banyak. Di AS umumnya hanya dua kandidat, yaitu dari Partai Demokrat dan Partai Republik. Kalaupun ada kandidat ketiga, biasanya berasal dari calon independen. Di Inggris, dalam satu surat suara umumnya hanya lima sampai enam calon yang berasal dari parpol besar, yaitu Partai Buruh, Partai Konservatif, dan Partai Liberal-Demokrat. Kandidat lainnya berasal dari parpol kecil atau calon independen.

Kandidat yang menang atau kalah akan menyampaikan pidato kemenangan atau penerimaan kekalahan. Ketika kalah dalam Pilpres AS 2008, misalnya, John McCain mengucapkan, “I wish Godspeed to the man who was my former opponent and will be my president… These are difficult times for our country. And I pledge to him tonight to do all in my power to help him lead us through the many challenges we face.” (“Saya mendoakan kebaikan bagi dia (Obama) yang tadinya pesaing saya dan kini akan menjadi presiden saya.... Kini adalah saat-saat sulit bagi negara kita. Saya berjanji kepadanya malam ini untuk mencurahkan segala daya yang ada untuk membantunya dalam memimpin kita keluar dari tantangan-tantangan yang kita hadapi).

Di Indonesia, hasil pemilu baru akan diketahui secara formal ketika KPU mengumumkannya secara nasional. Undang-undang memberikan waktu hingga 30 hari ke depan sejak pemungutan suara dilakukan. Artinya, bila voting dilakukan pada 9 April, KPU diberi waktu hingga 9 Mei untuk mengumumkan hasil pemilu. Padal Pemilu 2004, waktu maksimal itu terpaksa digunakan KPU karena tidak mudahnya proses penghitungan suara. Pemungutan suara dilakukan pada 5 April 2004, tetapi hasil pemilu secara formal baru diumumkan pada 5 Mei 2004.

Melalui aktivitas hitung cepat, masyarakat diberikan informasi atau gambaran mengenai parpol mana yang keluar sebagai pemenang. Hal tersebut akan segera diketahui beberapa jam setelah pemungutan suara berakhir. Istilah qucik count sebenarnya tidak terlalu tepat, tetapi telah telanjur digunakan. Aktivitas yang dilakukan sebenarnya exit poll. Pemilih diwawancarai setelah keluar dari bilik suara menyangkut pilihan mereka.

Tiga soal mengemuka pada kegiatan exit poll, yaitu masalah sampel yang dipilih dan kedua soal kejujuran responden dalam mengungkapkan pilihannya. Soal ketiga adalah profesionalitas pewawancara itu sendiri. Selama ini, beberapa lembaga survei cukup akurat memberikan hasil penghitungan cepatnya, baik dalam Pemilu 2004 lalu maupun pada pilkada di sejumlah daerah sejak 2005.

Alangkah indahnya bila setelah mengetahui hasil penghitungan cepat pihak yang kalah langsung menyampaikan pidato ala budaya gentleman di negara-negara maju. Misalnya.dengan mengatakan, “Kami mengucapkan selamat kepada Partai A yang dinyatakan menang melalui proses penghitungan cepat. Untuk kepastiannya, marilah kita bersama-sama mengawal proses penghitungan suara agar tidak terdapat kecurangan dan menunggu hasil penghitungan resmi dari KPU.”
Sementara yang menang pun harus menyatakan bahwa hasil penghitungan cepat barulah hitungan sampel yang masih harus ditunggu kebenarannya hingga KPU mengumumkan hasil pemilu secara resmi. Untuk itu, yang dinyatakan menang mengimbau pendukungnya untuk tidak langsung merayakan kemenangan seolah-olah hasil penghitungan cepat merupakan hasil resmi.

Sayangnya, pada pemilu sebelumnya, baik di level nasional maupul lokal, mereka yang kalah langsung menolak hasil penghitungan cepat dan yang menang langsung merayakannya, seolah-olah hasil quick count adalah hasil resmi. Di sinilah pangkal keributan dimulai.

Hari ini, saya berharap mudah-mudahan elite politik kita mulai dewasa, mau menerima kekalahan dan kemenangan apa adanya. Kalah tidak berputus asa, menang tidak jumawa. Alangkah indahnya pemilu bila itu terjadi hari ini.

No comments: